Blog > Tradisi > Upacara Mitoni Dalam Tradisi Adat Jawa Atau Tingkeban
Senin, 24 Januari 2022 7:00

Upacara Mitoni Dalam Tradisi Adat Jawa Atau Tingkeban

upacara mitoni dalam tradisi adat jawa atau tingkeban

Gonamaqiqah.com - Mitoni berasal dari kata pitu atau tujuh. Kata pitu bermakna ganda yakni pitu (dari kata pitulungan, Jawa) artinya pertolongan, dan pitu yang maksudnya tujuh bulan. Jadi mitoni adalah serangkaian upacara dalam tradisi Jawa yang dilakukan pada saat kandungan memasuki usia tujuh bulan. Ini dilakukan khusus untuk anak pertama saja. Jadi untuk anak berikutnya, tidak ada lagi upacara ini.

Waktu pelaksanaan upacara mitoni biasanya bisa siang atau sore hari. Bagi orang Jawa, biasanya ada perhitungan khusus tentang hari baik. Untuk upacara mitoni ini hari baiknya adalah hari Senin, Kamis atau Jumat yang punya neptu (atau hitungan) genap.

Upacara Mitoni Dalam Tradisi Adat Jawa Atau Tingkeban

Ada cerita turun temurun pada zaman kerajaan Kediri yang berkaitan dengan kata tingkepan. Pada waktu itu ada seorang perempuan bernama Niken Satingkeb. la punya suami bernama Sadiya. Niken sudah melahirkan anak sampai sembilan kali, namun tidak ada satu pun anaknya yang hidup. Karena itu, keduanya lalu pergi ke kerajaan Kediri dan menghadap ke rajanya yang bernama Jayabaya. Setelah mendengar keluhan salah satu rakyatnya itu, Raja Jayabaya lalu menyuruh kedua suami istri itu untuk melakukan upacara mandi dan memanjatkan doa kepada Yang Kuasa, sambil memasukkan sebutir kelapa muda di dalam pakaian si istri. Lalu kelapa itu digelindingkan melewati perutnya. Tak disangka, setelah melakukan upacara itu, bayi dalam kandungan Niken Satingkeb dapat lahir dengan selamat dan hidup dengan sehat sampai besar. Ini memberi gambaran bahwa orang yang ingin mempunyai anak, perlu berperilaku suci dan bersih.

Jadi, upacara tingkepan ataupun mitoni dilakukan dengan maksud agar bayi yang berada di dalam kandungan beserta ibu yang mengandung mendapatkan keselamatan.

Upacara Mitoni Dalam Tradisi Adat Jawa Atau Tingkeban

Masyarakat Jawa terbiasa melakukan segala sesuatu dengan kiasan (sanepo). Mereka tidak biasa memakai cara terbuka, gamblang atau terangterangan. Upacara tujuh bulan ini sebenarnya secara rahasia juga merupakan sebuah titik dimana setelah upacara ini selesai, esoknya pasangan suami istri sudah tidak lagi melakukan hubungan seksual. Ini dilakukan agar ibu dan anak di dalam kandungan keduanya sehat dan selamat sampai bayi lahir di dunia.

Pada upacara mitoni atau tingkepan ini ada peralatan upacara (ubo rampe) lain yang disiapkan. Yakni: kembang setaman dengan tujuh macam bunga (melati, kantil, kenanga, mawar merah, mawar putih, bunga wora wari yang masih kuncup, bunga mondho kaki atau bunga menur atau bunga ceplok piring). Ketujuh bunga ini dicampur dengan air yang diambil dari tujuh mata air. Lalu sesaji berupa: daun dadap serep, daun kluwih, daun beringin, daun andong, daun kelapa muda (janur kuning), benang lawe, bunga mayang, daun alang-alang dsb.


Dirangkum dari Rr. Reki Mayangsari dalam (Rahasia Masakan Legendaris)